10 Karakter Pemenang & 10 Karakter Pecundang.

1). Ketika pemenang melakukan kesalahan dia berkata "saya salah!"
Ketika pecundang melakukan kesalahan dia berkata, "ini bukan salah
saya!"

2). Pemenang berkata," saya sudah baik, tapi saya bisa lebih baik lagi!"
Pecundang berkata ," saya tidak sejelek orang lain!".

3). Pemenang mencoba belajar dari setiap orang yang lebih baik dari pada
dia.
Pecundang selalu mencoba menjatuhkan orang lain.

4). Pemenang berkata," Mari saya kerjakan ini untuk Anda!"
Pencundang berkata, " itu bukan pekerjaan saya!".

5). Pemenang berkata, " Pasti ada cara lebih baik mengerjakannya!"
Pecundang berkata," Begitulah biasanya dikerjakan disini!"

6). Pemenang berkata, "ini sulit tapi mungkin!"
Pecundang berkata."ini mungkin tapi sangat sulit untuk
mengerjakan!".

7). Pemenang selalu mempunyai rencana.
Pecundang selalu cari alasan.

8). Pemenang mempunyai komitmen-komitmen
Pecundang hanya berjanji-janji saja.

9). Pemenang selau menjadi bagian dari jawaban
Pecundang selalu menjadi bagian dari masalah.

10). Pemenang tuntas memecahkan masalah.
Pecundang selalu tanggung-tanggung & tidak pernah memecahkan
masalah.

Jadilah Pemenang
....!!!!


Jumat, 26 Maret 2010

APA ITU MENTAL JUARA......?

mental adalah kemampuan mentalitas untuk bertahan terhadap semua kesulitan dan hal pahit yang dialami, dikucilkan oleh teman sepermainan, ditolak oleh orang yang anda sayangi, atau bahkan gagal dalam berbisnis sehingga kehilangan uang beberapa juta, pernahkah anda mengalami salah satu kejadian diatas, hal tersebut sepatutnya tidak membuat anda menyerah terhadap kejadian pahit tersebut, karena mentalitas untuk bertahan terhadap semua kesulitan maupun terhadap semua hal yang menyakitkan lebih berharga dari uang, tanpa sebuah surviving mental Charles Schwab meninggal dalam keadaan yang berbeda dengan masa kejayaannya, sebuah keadaan yang sangat menyakitkan, mengapa hal itu bisa terjadi karena Charles Schwab belajar komunikasi interpersonal tapi dia tidak belajar komunikasi intrapersonal sebuah komunikasi dengan diri sendiri, sebuah komunikasi untuk mengetahui apa yang ada dalam pikiran kita, apa yang terjadi dengan realita yang terjadi, dia menyiapkan diri untuk mendapatkan bayaran tertinggi sebagai raja baja tapi dia tidak menyiapkan diri untuk menghadapi sebuah kehidupan yang pahit, bagaimana bangkit dari kejatuhan mental maupun kejatuhan secara finansial, karena kejatuhan atau kegagalan bahkan kekalahan adalah keadaan yang sangat menyakitkan, jika kita tidak menyiapkan mekanisme koping yang adekuat maka hasilnya adalah penolakan terhadap kegagalan, bukan melakukan aksi untuk segera bangkit tapi malah melakukan tindakan kontraproduktif, dengan banyak melamun mengenang masa kejayaan, sungguh kejatuhan adalah pelajaran survival yang paling baik agar kita bisa hidup dalam keadaan apapun, jika kita tidak punya surviving mental maka kejatuhan akan menjadi sebuah pembenaran bagi kita untuk melarikan diri dari masalah bukan menghadapinya. surviving mental menuntut kekuatan konsep diri, kekuatan memahami kelemahan dan kelebihan diri, perkuat kelebihan maupun kelemahan, jika suatu saat kita terjatuh maka persiapkan diri untuk menghadapi kejatuhan tersebut, dengan mengetahui semua hal tentang diri, mengenali mengapa kita takut terjatuh adalah karena mental kita belum siap dicemooh orang, mental kita masih takut ditolak secara sosial, jika kita tidak takut kepada apapun maka kita akan siap menghadapi apapun. berani menghadapi semua hal baik pahit maupun manis adalah konsep menjadi juara sejati, seorang juara tidak terlahir tanpa kekalahan tetapi seorang juara terlahir karena dia mempersiapkan diri untuk menyongsong dan menyambut kemenangan, tanpa melihat apakah kemenangan yang dia raih sebagai kemenangan pertama ataukah kemenangan setelah menelan beberapa kali kekalahan. seorang pemenang sejati tidakmemperhatikan kekalahan dan kemenangan dari frekuensi tapi dari kualitas kemampuan yang dimiliki, jika kita ingin bertahan maka jangan pernah takut kalah maupun menang.

mental yang kuat akan membuahkan prestasi

Benarkah seorang anak yang nilai ulangan matematikanya sering mendapatkan nilai 9 senantiasa “terlihat” lebih baik ketimbang kawannya yang “hanya” mendapat nilai 7? Kalau jawab saya belum tentu. Mendapatkan nilai 9 memang suatu hal yang baik sekali, di hadapan guru dan juga kawan-kawan yang lain, akan tercatat sebagai sebuah prestasi yang mengesankan, yang patut dipuji-puji, yang patut dibangga-banggakan.

Akan tetapi, ketika berbicara sebuah hasil, kita tidak dapat melepaskan dari proses yang melatarbelakanginya. Masih banyak di antara kita yang melulu berorientasi pada sebuah hasil, dan goal senantiasa menjadi tuhan atau berhala baru demi memburu prestise, gengsi, dan lain sebagainya. Kalau kita lihat, kegiatan kita sehari-hari yang biasa kita lakukan, makan sendiri, mandi sendiri, menggunakan baju sendiri, adalah suatu hal yang lumrah. Akan tetapi seandainya perilaku yang menurut kita merupakan perilaku yang biasa, dan kemudian dilakukan oleh anak yang mengalami retardasi mental, hal tersebut dapat menjadi pekerjaan yang luar biasa. Dia yang mengalami kendala IQ yang rendah, tidak dapat berfikir, bertindak, dan mengontrol perilakunya dengan baik, boleh jadi akan menjadi “sangat” berprestasi ketika dapat menggunakan baju sendiri, dapat makan sendiri, dan lain sebagainya.

Apa yang nampak menurut saya bukan patokan fix sebuah kesuksesan. Kalau dari sononya sudah terlahir sebagai seorang anak yang kaya dengan segala atribut kemewahan yang melekat pada dirinya, tentu tidak dapat dikatakan sesukses orang yang mengawali dari nol, bahkan mungkin minus, hingga dia mendapatkan kekayaan yang boleh jadi setara dengan anak kaya tadi.

Kembali ke matematika yang dapat nilai 9 tadi, ternyata si Anak adalah anak orang mampu, yang mendapatkan fasilitas penuh dari orang tuanya yang memudahkan dia mendapatkan nilai 9, ikut les tambahan, buku-buku yang lengkap, fasilitas ini-fasilitas itu, dan lain sebagainya. Nah, ternyata anak yang mendapatkan nilai 7 tadi, serba berkekurangan, tidak ada fasilitas tambahan, bahkan yang ada mungkin dia harus membantu bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Sialnya masyarakat kita adalah masyarakat yang serba melihat sesuatu serba secara dzahir, bukan apa yang melatar belakangi, dan apa yang menjadikan sebuah kejadian terjadi. Bagi saya, si anak yang mendapat nilai 7 lebih hebat ketimbang yang mendapat 9. Meski serba berkekurangan, dia memulai dari 0 dan dapat mencapai angka 7, sementara sang kawan yang dapat angka 9, dia sudah start dari angka 7. Proses yang sedemikian hebatnya ini yang sungguh disayangkan tidak pernah dapat dimengerti oleh banyak di antara kita, termasuk barangkali oleh para orang tua ketika berhadapan dengan anaknya. Tahunya si anak dapat nilai jelek, padahal boleh jadi dia sudah berusaha keras, atau sangat mungkin bakatnya tidak di sana.

gantungkan cita2mu setinggi langit,dan raihlah prestasi